Tangkap, adili, dan penjarakan pelaku pelanggaran HAM. Begitulah tulisan pada sebuah spanduk yang dibentangkan para aktivis dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim saat menggelar aksi peringatan hari HAM depan Polda Kaltim di Jalan Syarifudin Yoes, Balikpapan Selatan, Jumat (10/12).
Selain spanduk, massa aksi juga membawa sejumlah poster kampanye lingkungan, kampanye HAM, hingga foto korban lubang tambang di Kaltim. Kemudian secara bergantian melakukan orasi. Dinamisator Jatam Kaltim Pradama Rupang mengatakan, ada sejumlah catatan pelanggaran HAM di masa lalu yang menjadi pekerjaan rumah bagi institusi kepolisian di Kaltim yang seharusnya tidak luput untuk segera ditangani.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka pada momen peringatan hari HAM tahun 2021 ini Jatam Kaltim mengajukan pengaduan resmi kepada Polda Kaltim terkait sejumlah kasus pelanggaran HAM, yaitu korban di lubang tambang khususnya korban ke-40 yang terjadi di Kaltim.
“Tadi laporan kami sudah diterima dan dengan baik diproses. Harapannya akan ada gelar perkara, kita tidak tahu kapan, itu kembali kepada jajaran Polda Kaltim sendiri,” kata Pradama Rupang kepada wartawan.
Selain itu, perkembangan laporan kasus lubang tambang sebelumnya yang diajukan oleh Jatam Kaltim dan kasus lubang tambang lainnya juga dipertanyakan. Diketahui pada 20 November 2020 lalu, Jatam Kaltim didampingi oleh kuasa hukumnya dari LBH Samarinda telah melaporkan kepada Polda Kaltim dugaan tindak pidana pertambangan atas jatuhnya korban sebanyak dua jiwa pada 6 November 2020 di lubang tambang PT Sarana Daya Hutama (SDH).
“Hingga kini pasca pelaporan tersebut Jatam Kaltim tidak kunjung mendapatkan surat pemberitahuan perkembangan dari kasusnya,” ungkapnya. Macetnya penindakan pelanggaran HAM atas kejahatan lubang tambang di Kaltim nampak dari tidak adanya laporan terkini atas 22 kasus (hingga juli 2019). Di mana tidak kunjung adanya penetapan tersangka apalagi dilimpahkan ke Pengadilan.
Sebagai informasi, terakhir Polda Kaltim menyampaikan ke publik 30 Juli 2019 pada kegiatan sarasehan HAM di Kampus Unmul yang dihadiri juga oleh Komnas HAM, bahwa dua kasus tahap II, tiga dinyatakan SP3 dan 16 kasus proses Sidik/Lidik.
“Kasus-kasus tersebut hingga hari ini kita tahu perkembangannya seperti apa. Kami berharap ada progres dan kemajuan yang terbuka kepada publik, bagaimana penindakan serta penegakan hukum mengenai kejahatan lubang tambang yang sudah darurat di Kaltim,” tuturnya.
Jatam Kaltim mencatat, di Kaltim ancaman lubang tambang masih menghantui karena secara keseluruhan masih ada sekitar 1.735 lubang bekas tambang.
“Di Kota Samarinda sendiri terdapat 349 lubang bekas tambang yang dibiarkan menganga tanpa reklamasi dan pemulihan, yang menjadi bom waktu sebagai salah satu persoalan serius yang tak mendapat perhatian serta tindakan dari pemerintah,” lanjutnya.
Kejahatan atas pelanggaran HAM lain yakni kasus pelecehan dan pemerkosaan terhadap perempuan, juga kurang lebih menghadapi nasib yang sama. Kekerasan seksual ini tidak hanya terjadi di industri tambang, dilingkungan sekolah, kampus bahkan juga keluarga terdekat.
Sayangnya upaya perlindungan oleh negara terhadap korban masih jauh dari yang diharapkan publik. “Ini yang menjadi konsen kami agar Polda Kaltim lebih peka dan bertindak lebih profesional sesuai dengan slogannya, mengayomi dan melindungi masyarakat,” ucapnya. (Fredy Janu/Kpfm)